Kamis, 21 Juli 2011

SOEKARNO SANG PENCETUS IDEOLOGI PANCASILA

Pada tanggal 9 April 1945, pemerintah bala tentara Jepang merealisasikan janjinya melalui pembentukan “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai” atau badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemer-dekaan. Yang menjabat sebagai ketuanya adalah Dr. Radjiman Widyodiningrat dan wakil ketuanya adalah R.P. Suroso. Seluruh anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai berada di Jawa dan Madura, meskipun tugasnya meliputi seluruh Indonesia. Adanya tugas-tugas yang begitu luas karena mengikuti model administrasi kemiliteran bala tentara Jepang. Menurut kemiliteran bala tentara Jepang, perwilayahan di Indonesia terbagi dalam wilayah kekuasaan Angkatan Darat (RIKU-GUN) untuk Jawa dan Sumatera, adapun untuk Indonesia Timur dikuasai oleh Angkatan Laut (KAIGUN).
Pelantikan Badan Penyelidik tersebut dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 1945 di Jakarta dengan jumlah personel sebanyak 62 orang, kemudian ditambah 8 orang sehingga berjumlah 68 orang. Tujuan dibentuknya Badan Penyelidik adalah untuk menyelenggarakan pemeriksaan dasar tentang hal-hal yang penting, rancangan-rancangan dan penyelidikan-penyelidikan yang berhubungan dengan usaha mendirikan negara Indonesia.
Lahirya Istilah Pancasila.
Pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, Badan Penyelidik menyelenggarakan persidangan yang sifatnya rahasia. Acara sidang tersebut membahas tentang dasar dan bentuk negara. Dalam persidangan tersebut banyak pidato-pidato yang disampai-kan, namun yang diketahui secara umum hanyalah pidato-pidato ; 1 Dari Mr. M Yamin 2. Dari Mr. Soepomo., dan 3.Dari Ir. Soekarno.
Adapun pidato-pidato dari anggota-angota yang lain, sampai saat ini belum diketahui. Seandainya naskah-naskah tersebut masih ada maka hendaklah instansi yang berwenang segera mendokumentasikan dan mengumumkannya ke masyarakat umum. Apalagi naskah-naskah tersebut tidak bisa dilepaskan dari proses perkembangan perjuangan pergerakan kemerdekaan Bangsa Indonesia, maka sangatlah penting naskah-naskah tersebut untuk penulisan sejarah kebangsaan Indo-nesia.
Kemudian pada hari ke-3 sidang I, yaitu tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno tampil menyampaikan pidatonya tentang “Philosofische Gronslag” atau Landasan Dasar Filsafat Undang-Undang Dasar Yang Sedang Dipersiapkan. Dan pidatonya Ir. Soekarno atau Bung Karno itu muncullah pemahaman umum, lahirnya Panca-sila. Didalam sidang tersebut, Bung Karno menyampaikan argumentasinya tentang sebutan Pancasila.
“Saudara-saudara! Dasar-dasar negara telah saya usulkan, lima bilangannya. Inilah Panca Darma? Bukan! Nama Panca Darma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik, simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya, jari kita lima setangan, kita mempunyai panca indera, apalagi yang lima bilangannya (seorang yang hadir menjawab) Pandawa Lima, Pendawa-pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip ; Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan, dan Ketuhanan, lima pula bilangannya”
“Namanya bukan Panca Dharma tetapi saya namakan dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah “Pancasila” Sila artinya Azaz atau Dasar, dan diatas lima dasar itulah kita mendirikan negara Indo-nesia, kekal dan abadi” Demikianlah kutipan pidatonya Bung Karno tentang pemberian nama terhadap azaz-azaz kenegaraan.
Dan pada dasarnya istilah Pancasila itu adalah merupakan tuntunan akhlaq (code of morality) dari literatur umat Budha, yang biasanya perkataan tersebut disingkat menjadi “Pansil”. Menurut ajaran Budha bahwa Pancasila itu di dalam Vinaya adalah peraturan-peraturan untuk menjauhkan diri dari pembunuhan, mencuri, kebejatan/kejahatan sexual, kepalsuan dan minuman yang memabukkan.
Jadi Pancasila itu berasal dari negeri India sebagai ajaran Sang Sidharta Gautama. Kemudian oleh Raja Asyoka di India, Pancasila dijadikan suatu dasar akhlak (code of morality) bagi rakyatnya demi kemajuan kehidupan rohani rakyat di Kerajaan Asyoka.
Menurut Almukarom Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah Kyai Moch. Mochtar Mu’thi bahwa Shidharta Gautama itu adalah Nabi Dzulkifli As. Dawuh beliau bersumber dari Kitab Tafsir Qosimi. Sepeninggal Sang Budha Sidharta Gautama perkembangan agama Budha semakin pesat di luar India, termasuk perkembangan Budhisme di tanah air kita bersama Pancasilanya. Maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila itu bukanlah istilah Baru bagi bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dasar-dasar tuntunan akhlak penganut Budha. Apalagi di negara kita berabad-abad yang lalu di jaman kekuasaan Sriwijaya, negeri kita pernah menjadi pusat perkembangan agama Budha seluruh dunia.
Meskipun kerajaan Sriwijaya telah sirna dari bumi Indonesia dan agama Budha pun telah terbenam bersama terbenamnya matahari kekuasaan Sriwijaya di bumi Indonesia. Namun endapan-endapan Pancasila sebagai code of morality agama Budha masih tumbuh subur di kalangan orang-orang Jawa tradisional sebagai larangan-larangan yang disebut “MO-LIMO” (Lima – M) yaitu Mateni (dilarang membunuh), Maling (dilarang mencuri), Madon (dilarang berzina), Main (dilarang berjudi), Minum/ Madat (dilarang minum yang memabukkan dan Narkoba)
Di bawah ini nukilan teks “Pancha-Shila” dari literatur Budhisme kitab Vinaya PANCHA SHILA
  1. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyani (kami berjanji untuk menghindari pembunuhan)
  2. Adinnadana veramani sikkha-padam samadiyani (kami berjanji untuk menghindari pencurian)
  3. Kamesu Micchara veramani sikkhapadam samadiyani (kami berjanji untuk menghindari perzina-han)
  4. Mussavada veramani sikkhapadam samadiyani (kami berjanji untuk menghindari kebohongan).
  5. Surameraya majja pamadattahana veramani sikkapadam samadiyani (kami berjanji untuk menghindari makanan dan minuman yang memabukkan dan menjadikan ketagihan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar